Minggu, 23 Maret 2014

Cerpen Pelacur (Hidup dan Dosa

PELACUR
Hidup dan Dosa
            Disudut  kampung  terpencil jauh dari keramaian, sebuah rumah dengan atap berserakan, rajutan bambu kusam dan hampir rubuh sebagai dindingnya. Itulah rumahku, sudah hampir 24 tahun aku menepati rumah peninggalan almarhum ayahku, beliau meninggal bersama ibuku saat mereka berangkat untuk mengais rezeki dengan menjajakan dagangannya di pinggir jalan, dan tanpa di duga truk dengan muatan berat menabrak gerobak dan kedua orang tuaku, hingga beliau menghembuskan hafas yang terakhir, aku masih ingat dengan jelas kejadian itu ketika aku masih berumur 14 tahun begitu dengan kedua adik kembarku yang masih berusia 2 tahun, sangat pagi bagi adik-adik ku untuk kehilangan kedua orang tua ku, akan tetapi di usianya yang masih begitu kecil mereka belum mengerti tentang semua itu. Kini Anis dan Adil sudah duduk di bangku kelas 3 sekolah menegah perama (SMP),  aku salut dengan hasil belajar mereka berdua yang selalu bersungguh-sungguh dan penuh semangat menuntut ilmu. Jika saja kedua orang tuaku masih ada, beliau pasti akan bangga pada kedua adik ku, akan tetapi semua itu tidaklah mungkin karena beliau sudah tenang hidup di alam sana, “kata dalam benak ku”.
            Alaram jam bedering seketika membangunkan tidur siangku yang begitu pulas, langsung saja aku menghampiri meja makan karena perut ini tak tahan menahan lapar. Hanya nasi di temani lauk seadanya yang tersisa, akan tetapi aku hanya memakan dua sendok nasi saja karena aku teringgat kedua adikku sepulang  sekolah nanti pasti lapar sekali, sudah tidak ada lagi makanan yang akan kami makan untuk esok hari. Dalam lamunan yang sering aku ulang dan ulang, aku selalu menginggat apa yang terjadi 10 tahun yang lalu, begitu sedih dan sangat menderita ketika aku harus kehilanggan kedua orang tuaku dan juga aku harus mengurus kedua adikku yang masih kecil. Aku tidak tahu harus berbuat apa untuk menghidupi kedua adikku sementara aku masih sekolah, akhirnya aku putuskan untuk berhenti sekolah dan bekerja di kafe. Kenapa aku memutuskan untuk bekerja di kafe, karena menurutku pekerjaan itu aku kerjakan di malam hari dan siang harinya aku bisa mengurus kedua adikku. Terus berusaha untuk mencukupi kedua adikku, hanya bisa makan setiap hari saja kami sudah bersyukur.
            Anis dan Adil sudah waktunya mereka pergi untuk sekolah seperti anak-anak lain pada umumnya, akan tetapi aku tidak mampu untuk memberikan itu semua. Ketika aku akan berangkat bekerja,  Anis berkata padaku “kak santi”, “iya nis, ada apa?” jawabku langsung, sambut Anis “kakak, aku dan Adil ingin sekolah”,diam dan  terkejut, tak sepatah katapun yang bisa aku keluarkan untuk menjawab perkataan dari adik ku tadi, hanya berjalan meninggalkan rumah dan pergi untuk bekerja yang aku lakukan saat itu. Selama aku bekerja aku selalu teringat kata adik ku yang begitu menginginkan sekolah, sampai-sampai pekerjaanku pun jadi berantakan, tidak sengaja waktu aku mengantarkan minuman kepada pelanggan tanganku bersenggolan dengan pengunjung kafe dan minuman yang aku bawa langsung tumpah ke salah satu pengunjung lain yang duduk disebelah kiri jalanku. “maaf, maaf pak saya tidak sengaja” sambil membersihkan baju pengunjung yang terkena tumpahan air minum tadi, sambil marah-marah dia memangil bosku “kurang ajar kamu, mana yang punya kafe ini suruh kemari”. Aku tidak tahu apa lagi yang harus aku lakukan, hanya menerima cacian dan bentakan-bentakan yang di lontarkan bos kepadaku setelah kejadian itu, aku semakin tak bisa berfikir. Akhirnya salah satu rekanku menghampiriku dan berkata
“ sudahlah san sabar, kalau ada masalah cerita dong…”,
dengan suara yang serak menahan tangis aku menjawab “ tidak apa-apa kok mir”,
 sahut mira “ aku tahu kok kalau kamu punya masalah, ayolah cerita sama aku ada masalah apa sih sebenarnya?”
 saking maksanya akhirnya aku menceritakan semua masalahku pada mira tentang kedua adik ku yang minta padaku untuk sekolah dan aku tidak punya apa-apa untuk membiayai sekolahnya.
“Ooww begitu ya?, kasihan banget kamu san” ekspresi mira setelah mendengarkan cerita ku tadi,
 “iya” hanya satu kata yang bisa aku jawab dan langsung mira berkata padaku
 “ aku bisa bantu kamu san”
sempat tersentak dan berkata pada mira “benarkah mir? Terimakasih ya…”, “tapi kamu mau tidak pekerjaan ini?” tanya mira padaku,
 langsung aku jawab dengan cepat dan tanpa berfikir apapun “ mau mir, aku mau”,
 “begini san, aku punya teman yang bisa bantu kamu menyelesaikan masalahmu ini, akan tetapi pekerjaan ini berat sekali dan aku takut kamu tidak suka dengan pekerjaan ini” sedikit penjelasan yang di berikan mira,
”emang pekerjaan apa mir?” tanyaku yang penasaran pada mira, jawab mira dengan pelan-pelan “maaf san, kamu mau jadi pelacur?” “apa mir, pe,lacur?” jawabku dengan kanget dan suara keras,
“begini san, jika kamu mau akan aku antar kamu menemui temanku itu, banyak low bayarannya bisa buat biaya kedua adik kamu sekolah, piker-pikir saja dulu ya san?” penjelasan mira dan dia terus meninggalkanku.
            Setelah beberapa hari aku terus berfikir tentang tawaran mira padaku dan tidak ada jalan keluar lagi, akhirnya aku menemui mira untuk bertanya tentang pekerjaan itu,
“Mirrr….” Teriakku pada Mira
Tenggok mira dan menghampiriku “iya San, ada apa?”
Dengan berbisik-bisik pada Mira aku bertanya “ aku mau Mir pekerjaan itu, dan apakah kamu mau bantu aku?”
“benarkah?” jawab Mira dengan senyuman manisnya
“iya” jawabku sedikit ragu
“ok kalau begitu, setelah pulang bekerja akan aku antar kamu bertemu dengan temanku, bagaimana San?” tanya Mira padaku, dan aku pun tak sempat menjawab karena Mira pergi melanjutkan pekerjaannya. Selesai aku kami bekerja Mira langsung menghampiriku dan mengantarkanku kepada temanya, sejak saat itu lah aku berhenti bekerja di kafe dan berganti bekerja menjadi pelacur, tak ada pikiran apapun yang ada di benakku, hanya memikirkan kebahagiaan kedua adik ku, “apa pun akan aku lakukan asalkan kalian bahagia seperti anak-anak yang lain walaupun kalian sudah tidak punya kedua orang tua, tapi kakak berjanji pada kalian akan memberikan yang terbaik untuk kalian adik-adik ku” kata hati dan seketika air mata menetes di pipiku.

            Sudah 7 tahun aku jalani hidup sebagai pelacur, sedikit bahagia pun aku tak pernah dapatkan dari pekerjaan pelacur ini, aku muak, aku bosan rasanya setiap malam aku harus melayani monyet-monyet berwujut  manusia itu. Jijik rasanya harus mengisab bau keringat mereka, gak tahan benar-benar tidak tahan saat mereka menjilatiku, mengigitiku, menciumiku dan mencekram dengan kasar tubuhku. Aku ingin muntah saat berdekatan dengan monyet-monyet itu, ingin aku berhenti dan mengakhiri semua ini, akan tetapi ketika aku teringgat senyum Anis dan Adil seketika rasa itu pun hilang, hanya ikhlas lah yang aku punya demi kebahagiaan kedua adikku, dan sampai sekarang pun mereka tidak mengetahui,dan aku pun tidak ingin mereka tahu apa yang aku kerjakan, mereka hanya tahu aku bekerja di kafe. Aku tidak tahu mana ini hidup dan dosa, pekerjaan ku menjadi pelacur bukan suatu pekerjaan yang terhormat di mata semua orang, walaupun begitu akan aku jalani apapun yang akan terjadi nanti dan esok demi kedua adik ku hingga sampai akhir dan mati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar